tripfinger.com – Pengadilan Distrik Naha di Prefektur Okinawa, Jepang, menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada seorang marinir Amerika Serikat pada Rabu (26/6). Vonis tersebut dijatuhkan setelah pengadilan menemukan bukti kuat bahwa pelaku terlibat dalam kasus penyerangan seksual terhadap seorang perempuan lokal. Kejadian tersebut terjadi pada akhir tahun 2023 dan langsung memicu kemarahan publik Jepang, khususnya di wilayah Okinawa yang menjadi lokasi utama pangkalan militer AS.
Kejadian Terjadi di Tengah Ketegangan Lokal
Pelaku, yang bertugas di pangkalan militer AS di Futenma, menyerang korban di sebuah kawasan hiburan malam di kota Naha. Menurut hasil penyelidikan, marinir tersebut menyeret korban ke sebuah gang sepi setelah korban keluar dari sebuah bar. Tim jaksa berhasil menghadirkan rekaman CCTV dan kesaksian saksi mata yang memperkuat dakwaan. Aksi tersebut langsung mengundang protes warga yang telah lama mengeluhkan keberadaan pasukan AS di Okinawa.
Respons Pemerintah Jepang dan Militer AS
Pemerintah Jepang mengecam keras tindakan pelaku dan menyampaikan protes diplomatik kepada pihak Kedutaan Besar AS di Tokyo. Kementerian Luar Negeri Jepang juga menuntut agar militer AS memperketat pengawasan terhadap pasukannya di wilayah Jepang. Sementara itu, Komando Militer AS di Pasifik menyatakan penyesalan atas insiden tersebut dan menyatakan tidak akan mengintervensi proses hukum yang berlangsung di Jepang. Militer AS pun mencabut sementara hak keluar pangkalan bagi anggotanya di Okinawa.
Kemarahan Publik Memuncak di Okinawa
Warga Okinawa kembali menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan pangkalan militer Futenma. Mereka menuntut penutupan pangkalan dan pengusiran pasukan AS dari wilayah tersebut. Tokoh masyarakat dan aktivis lokal menyatakan bahwa insiden tersebut mencerminkan ketidakadilan struktural yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Mereka juga menyerukan revisi terhadap Perjanjian Status Pasukan (SOFA) yang selama ini memberikan perlindungan hukum bagi militer AS di Jepang.
Tuntutan Reformasi dan Keadilan bagi Korban
Lembaga bantuan korban kekerasan seksual di Jepang menyambut baik depo 10k keputusan pengadilan namun menilai bahwa kasus ini harus menjadi titik awal reformasi lebih luas. Mereka mendesak agar pemerintah Jepang memperkuat sistem perlindungan hukum bagi korban dan memastikan semua pelaku, baik warga lokal maupun asing, menerima hukuman yang setimpal. Kasus ini juga mendorong diskusi publik mengenai dampak kehadiran militer asing terhadap keamanan sosial di Jepang.